Rabu, 21 November 2012

Apa itu difteri dan imunisasi difteri?

Bayi sedang di imunisasi.

Difteri merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan Corynebacterium diptheria. Penyakit ini menular melalui percikan ludah. Gejala antara lain pembentukan pseudomembran pada kulit atau mukosa, tenggorakan sakit, kelenjar limfe membesar, penyumbatan jalan nafas, dan pembengkakan leher. Difteri bisa menyerang selaput lendir bibir, kulit, dan hidung serta mengakibatkan infeksi otot jantung yang berujung kematian.



Infeksi sampai saat ini masih jadi penyebab utamakematian anak usia di bawah lima tahun. Padahal, sebagian besar infeksi itu bisa dicegah dengan imunisasi, termasuk difteri yang saat ini mewabah di Jawa Timur.

Difteri, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphktheriae ini memang paling rentan menyerang bayi. " Bayi dapat terserang mulai umur 2 bulan, dan makin muda bayi terkena, makin berat gejalanya," kata dr.Hindra Irawan Satari, Sp.A MTropPaed dari Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis, Dep Anak FKUI-RSCM, seperti dikutip dari kompas.com.

Penyakit difteri dapat dicegah dengan menyuntikkan vaksin DPT (vaksin gabungan melindungi terhadap penyakit Difteri, pertusis dan tetanus). "Efek perlindungan bisa mencapai 93 % bila jadwal vaksin diberikan sesuai petunjuk, yaitu diberikan 3 kali selang 1-2  bulan, dimulai umur 2 bulan," paparnya.

Vaksin DPT ini harus diulang pada waktu anak mencapai umur 18 bulan atau paling dekat selang 6 bulan dari vaksinasi ke-3 sewaktu bayi, dan harus di ulang lagi sewaktu anak mencapai umur 10 tahun.

"Apabila vaksin ini tidak lengkap diberikan, maka efek perlindungan yang dicapai tidak optimal," kata staf pengajar di FKUI ini.

Selain faktor kelengkapan jadwal, menurut Hindra kualitas vaksin juga ditentukan oleh penyimpanan vaksin mulai dari awal pabrik dan transportasi sampai ke tempat penyuntikan. "Selama itu vaksin ini harus terjaga suhu dan lingkungannya, vaksin ini tidak boleh beku, tidak boleh terkena langsung sinar matahari, dan syarat-syarat lainnya," paparnya.

Selain itu teknik penyuntikan juga mempunyai persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar efek perlindungannya terpenuhi. Ia menegaskan, peristiwa KLB difteri yang terjadi itu memberikan gambaran bahwa program imunisasi harus mendapat perhatian khusus, bukan vaksinnya.
"Kualitas program yang harus diperkuat, bagaimana peranan pemerintah untuk menjaga cakupan imunisasi sampai 95 % untuk anak Indonesia, maka KLB kecil kemungkinan akan terjadi," katanya.

Untuk mengetahui ada tidaknya jadwal imunisasi yang terlewat, bawa anak ke Pos Yandu, Puskesmas, RS atau dokter spesialis anak terdekat. "Tidak ada istilah terlambat imunisasi. Mulai dengan anak kita sendiri, bila setiap orang tua di Indonesia mempunya pikiran yang sama , maka cakupan imunisasi akan tercapai sehingga tidak ada anak atau orang yang akan menjadi sumber penularan penyakit ini," tutupnya.