Jumat, 01 November 2013

Cara Luar Biasa Tiongkok Dalam Menangani Korupsi

 
Hasil Tiongkok dalam melawan korupsi dalam angka.

Tiongkok semenjak dipimpin oleh Presiden Xi Jinping, sungguh luar biasa hasil dari penegakan hukum terutama dalam kasus korupsi. Cara, tindakan, keberanian pucuk pimpinan tertinggi di negara Tiongkok ini, layak sebagai cermin dan panutan para penegak hukum serta para pejabat di negara Indonesia, agar Indonesia dapat lebih bersaing dalam segala hal di kancah Internasional.


Di ruang lobi kantor itu terpampang sebuah layar besar. Ada urutan sepuluh informasi terpopuler paling dicari di Tiongkok pada hari itu. Terletak di kawasan industri kreatif Haidan, di tepi kota Beijing, inilah kantor pusat search engine Internet terbesar di Tiongkok: Baidu.

Di markas “Google”-nya Tiongkok itu, layar besar tadi sedang memunculkan barisan kata dalam bahasa Mandarin.  “Siang ini berita mengenai Bo Xilai paling dicari,” kata Direktur Komunikasi Internasional Baidu, Kaiser Kuo, kepada VIVAnews yang melawat kantor itu akhir September 2013 lalu.

Daftar kata yang dipantau itu adalah cerminan dari tren apa yang paling diminati rakyat Tiongkok setiap hari. “Jumlah mereka yang bisa mengakses informasi lewat Internet semakin bertambah,” ujar Kuo. “Apalagi, di Tiongkok, ponsel pintar dan tablet makin bertambah," kata Kuo.

Kabar soal Bo Xilai saat itu menjadi perbincangan paling hangat bagi publik di Tiongkok. Ia bersaing dengan berita amukan Topan Usagi di Hong Kong dan pesisir selatan Tiongkok yang menewaskan sekitar 20 orang.

Bo baru sehari divonis penjara seumur hidup, pada 22 September 2013, oleh hakim pengadilan di Kota Jinan atas korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Bagi publik di Tiongkok, Bo adalah pejabat tertinggi yang diadili dan dihukum oleh hakim pengadilan atas kejahatan korupsi.

Tidak mengherankan, sehari kemudian, semua surat kabar besar di Tiongkok menempatkan hukuman atas Bo sebagai berita utama di halaman pertama mereka. Ini termasuk Tiongkok Daily, surat kabar berbahasa Inggris yang bertiras 500.000 eksemplar.

"Hukuman atas Bo Xilai ini terjadi saat Presiden Xi Jinping menempatkan pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritasnya," kata Qu Yingpu, Wakil Pemimpin Redaksi Tiongkok Daily di kantornya, di Huixin Dongjie, Beijing. Masyarakat rupanya antusias dengan aksi pemerintah itu.

Bo Xilai bukanlah pejabat sembarangan. Politisi berusia 64 tahun itu adalah pemimpin Partai Komunis di Kota Chongqing, plus anggota Politbiro Komite Sentral Partai. Ia adalah pejabat tertinggi yang pernah diadili, dan dihukum dalam sejarah Republik Rakyat Tiongkok.

Terkenal berpandangan konservatif dan pendukung keras pandangan-pandangan Mao Zedong, Bo bahkan sempat dispekulasikan masuk dalam angkatan baru pemimpin Tiongkok, yang kini berada di bawah kekuasaan Xi Jinping.

Tapi nasib berkata lain. Karir Bo hancur setelah dia diadili dan dihukum atas kasus korupsi, suap, dan penyalahgunaan kekuasaan. Dia dihukum penjara seumur hidup dan semua aset kekayaannya disita negara. Begitu pula keluarganya, hancur.

Pengadilan atas Bo hanya memakan waktu satu bulan sampai dia menghadapi vonis pada 22 September 2003. Menurut vonis pengadilan, seperti dikutip media-media massa Tiongkok, Bo dinyatakan bersalah menerima suap sebesar 21,79 juta yuan (sekitar Rp39,4 miliar) dari dua pengusaha lokal, berupa sebuah vila di Prancis untuk istrinya dan pembayaran biaya perjalanan dan tagihan kartu kredit untuk putranya yang bersekolah di luar negeri.

Tidak hanya korupsi, Bo juga dinyatakan menyalahgunakan jabatannya sebagai petinggi partai untuk menutup-nutupi peran istrinya dari suatu kasus pembunuhan. Istri Bo, Gu Kailai, sebelumnya pada Agustus 2012 juga dihukum penjara seumur hidup (sebagai pengganti vonis hukuman mati yang tertunda). Ia dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan seorang pengusaha asal Inggris, Neil Heywood.

Itulah sebabnya, perhatian publik Tiongkok tak hanya terpaku pada Bo, namun juga pada istri dan anaknya, yang disekolahkan di Amerika Serikat. Menurut data dari Baidu, referensi dan pencarian atas kabar Bo Xilai naik 1,780 persen. Sedangkan atas Gu Kailai naik 8.030 persen, sedangkan atas putra mereka, Bo Guagua meningkat 4.601 persen, ungkap harian South Tiongkok Morning Post.  

Dalam tayangan stasiun televisi pemerintah, CCTV, Bo tak lagi terlihat sebagai pejabat berwibawa. Di gedung pengadilan Kota Jinan, Provinsi Shandong, kedua mata Bo tampak sayu. Mukanya lelah seperti kurang tidur. Dia tak lagi bersetelan jas, hanya berkemeja putih dan celana hitam. Bo menatap pasrah ke arah hakim yang membacakan vonis baginya: penjara seumur hidup.
Lalu pengadilan Bo menjadi semacam drama kejatuhan seorang petinggi partai. Televisi, radio, koran memberitakan secara gencar. Sesudah vonis dibacakan, ia diapit kedua petugas ke luar pengadilan menuju mobil tahanan.  Itu terakhir kali rakyat Tiongkok melihat Bo Xilai.

Pemerintah Tiongkok rupanya ingin memberikan kesan tak main-main dengan pengadilan Bo. Proses pengadilannya disiarkan media sosial di Internet, lewat akun resmi di Sina Weibo, semacam Facebook-nya Tiongkok.

Pesan perang atas korupsi memang digencarkan Tiongkok lewat Internet. Ia boleh jadi cara yang efektif. Menurut data Baidu, hingga akhir 2012, terdapat 564 juta pengguna Internet di negeri Panda itu. Ini menjadikan Tiongkok sebagai negara dengan populasi Internet terbesar di dunia.

Lalat dan macan

Korupsi telah menjadi penyakit kronis di Tiongkok tiga dekade terakhir. Kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok, seperti dikutip Xinhua, pun sudah memperingatkan bahwa korupsi bisa mengancam jatuhnya partai, dan juga negara.

Itu sebabnya, Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa sejak 1949, kini kian gencar menindak para pejabat maupun kader yang terjerat korupsi. Pemimpin Tiongkok saat ini, Xi Jinping, sudah menyatakan perang melawan korupsi menjadi prioritas untuk sepuluh tahun ke depan. Bagi Xi Jinping, perang melawan korupsi adalah tugas jangka panjang, rumit, dan sulit. Maka perlu upaya konsisten, dan tidak kendur. "Kita harus perangi setiap perilaku korup,” kata Xi. Dia tak akan bosan menghukum setiap pejabat korup, agar rakyat Tiongkok percaya, pemerintah bukan basa-basi.

Komitmen Xi itu, seperti dilaporkan Xinhua, sudah dikoarkan di depan anggota Komisi Inspeksi Disiplin Partai, badan yang berkuasa menindak para pejabat korup, pada Januari 2013 lalu. Xi Jinping saat itu adalah Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok. Dua bulan kemudian, Sekjen Xi otomatis menjadi Presiden, seperti tradisi politik di Tiongkok dalam dua dekade terakhir.

Kepada para kader partai, Xi meminta mereka agar tidak segan-segan menghukum sesama kolega maupun pejabat korup. Maka dia melontarkan dua sebutan, yaitu "lalat" bagi pejabat tingkat rendah, dan "macan" untuk pejabat tinggi yang korup. Mereka harus sama-sama dihukum.

"Tidak ada pengecualian saat Partai menegakkan disiplin dan hukum. Semua kasus akan diperiksa secara menyeluruh, dan tidak akan ada keringanan hukuman bagi siapapun yang terlibat," ujar Xi. 

Semangkuk sup

Sejumlah peraturan anti korupsi pun lahir. Termasuk, misalnya, tidak boleh lagi ada karpet merah, atau penyambutan meriah bagi kedatangan seorang pejabat, baik itu pusat dan daerah.  Untuk undangan makan siang, pejabat Tiongkok hanya boleh menikmati maksimal empat macam masakan, dan satu jenis sup. Mobil dinas dilarang dipakai untuk urusan pribadi.

"Dulu para pejabat dibiarkan menghadiahi diri mereka dengan bonus dari anggaran pemerintah. Kini tidak boleh ada yang namanya tunjangan lembur," ungkap Lijia Zhang, pengamat masalah Tiongkok dalam satu tayangan di CNN pertengahan Oktober lalu.  

Pada tahap awal, penyelidikan kasus korupsi biasanya dijalankan oleh aparat negara atau polisi setelah mendengar keluhan, laporan atau petisi dari warga. Namun, untuk kasus kelas kakap, penyelidikan akan dijalankan oleh Komisi Inspeksi Disiplin dari Komite Pusat Partai Komunis Tiongkok. Target mereka biasanya kader atau pengurus partai yang duduk di jabatan strategis, baik di pemerintahan maupun di badan usaha milik negara.

Tim penyelidik dari partai memiliki cara-cara khusus untuk menginvestigasi pejabat atau kader yang terindikasi korupsi. Cara-cara itu terkesan sangat keras dan luar biasa. (Selengkapnya dapat dibaca pada bagian ke 3: Menepuk Lalat Memburu Macan)

Selama pengadilan, pejabat yang didakwa korupsi hampir pasti akan divonis bersalah. Namun, berat atau ringannya hukuman akan ditentukan dari bobot kejahatan, maupun pengakuan. Untuk kasus korupsi, hukuman bervariasi. Bisa berupa penjara seumur hidup, atau bahkan eksekusi mati.

Data dari Komisi Inspeksi Disiplin Partai, seperti dikutip kantor berita Xinhua, sedikitnya 4.698 kader tingkat tinggi maupun tingkat daerah telah dihukum oleh partai pada 2012.  Tingkat jabatannya beragam. Mereka misalnya adalah Liu Zhijun, mantan menteri kereta api. Atau Huang Sheng, mantan wakil gubernur Provinsi Shandong, dan Tian Xueren, mantan wakil Gubernur Provinsi Jilin (lihat Infografik: Skandal Kader PKC).

Sebanyak 961 dari para pejabat itu telah diadili, atau diserahkan ke lembaga yudisial untuk diadili. Selain itu, pada 2012, hampir 73.000 orang di Tiongkok --baik itu kader partai komunis maupun bukan, telah dihukum karena kasus korupsi, atau lalai menjalankan tugas.  

“Mesin pencari daging manusia”

Masyarakat di Tiongkok tak hanya bisa mengikuti berita aksi “ganyang” pejabat korup. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka diberi angin berpartisipasi memerangi korupsi.

Bagi wartawan surat kabar Inggris, Richard McGregor, partisipasi masyarakat itu dia sebut sebagai "mesin pencari daging manusia" (human flesh search engines). Agak mengerikan kedengarannya. Istilah itu sebetulnya dipakai untuk menggambarkan betapa gencarnya masyarakat di Tiongkok, terutama para bloger dan jurnalis ikut gerakan aksi anti korupsi. Mereka mengendus gaya hidup berlebihan para pejabat dan keluarga petinggi. Semua itu diungkap sebagai gejala awal adanya praktik korupsi.     

Di era Internet, dan dengan identitas samaran, publik memakai media sosial setempat seperti Sina Weibo, untuk memajang foto dan informasi seputar aksi kesewenang-wenangan dan gaya hidup mewah para pejabat. "Pada 2009, banyak pejabat daerah yang aksinya diungkap oleh apa yang disebut warga Tiongkok sebagai 'mesin pencari daging manusia,'" tulis McGregor dalam bukunya The Party: The Secret World of Tiongkok's Communist Rulers.

Di buku itu, McGregor, bekas wartawan Financial Times di Tiongkok, berkisah betapa berkuasanya Partai Komunis Tiongkok. Partai menjadi penentu nasib para pejabat, eksekutif, profesor, hingga wartawan setempat. Ia bisa menindak siapa saja, termasuk mereka yang bermasalah atas kasus korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan.

"Partai itu ibarat Tuhan. Dia berada di mana pun, kita saja yang tidak bisa melihatnya," tulis McGregor dengan mengutip perkataan seorang profesor Universitas Rakyat di Beijing. 

McGregor memberi beberapa contoh kasus bagaimana partisipasi masyarakat di Internet bisa mengundang aparat partai menindak pejabat yang terindikasi korupsi.

Pada awal 2009, pernah muncul sebuah foto di Internet tentang seorang pejabat di Kota Nanjing yang mengurusi perizinan real estat sedang mengisap Nanjing 95 Imperial, jenis rokok mahal setara Rp220.000 per bungkus.

Dia juga terlihat memakai jam buatan Swiss, Vacheron Constantin, yang harga pasarannya saat itu US$15.000. Pejabat itu membantah dengan mengklaim bahwa dia hanya pakai jam produk bajakan alias palsu. Namun pejabat itu akhirnya dipecat, dan diseret ke meja hakim.  Menurut kantor berita Xinhua, pejabat bernama Zhou Jiugeng itu divonis penjara 11 tahun atas kasus suap. Sejak saat itu "mesin pencari daging manusia" terus memakan korban.

Di Kota Shenzen, misalnya, muncul rekaman video lewat Internet tentang seorang pejabat partai setempat tengah mabuk, dan menganiaya ayah seorang gadis yang berupaya dia lecehkan. Laporan masyarakat seperti itulah yang terus bermunculan di media sosial.

Kini bahkan muncul sejumlah kasus, di mana aib para pejabat korup itu malah diungkap oleh perempuan simpanan mereka. Tengok pengakuan seorang kekasih gelap pejabat publik bernama Ji Yingnan. Dilansir kantor berita BBC, Kamis 10 Oktober 2013, Ji memajang sejumlah video dan foto dirinya dan sang kekasih di dunia maya.

Kekasih Ji adalah seorang Wakil Direktur Administrasi Arsip Pemerintah bernama Fan Yue. Dalam beberapa foto, tergambar jelas sepasang kekasih itu tengah asyik berbelanja, berenang di kolam renang pribadi, dan sedang berpesta.    

Seperti dikutip surat kabar Tiongkok berbahasa Inggris, Global Times, Ji sengaja membocorkan perselingkuhannya itu karena menduga kekasihnya terlibat dalam tindak korupsi. Dia sudah melaporkan itu ke pejabat berwenang, namun tidak ditanggapi. Maka, sebagai pelampiasan, dia membeberkan aib itu melalui jalur maya.  (Selengkapnya bisa dibaca di artikel "Di Tiongkok, Koruptor Dijatuhkan oleh Perempuan Simpanan")

Kantor berita Xinhua menulis bahwa Fan akhirnya dipecat dari jabatannya pada Juni lalu.  Ia kini tengah diinvestigasi atas tuduhan melakukan tindak korupsi.

Senjata makan tuan?

Namun, penguasa Tiongkok tak begitu saja melonggarkan kendali atas masyarakatnya dalam memerangi korupsi. Warga tak bisa leluasa melaporkan para pejabat korup. Jika salah, senjata bisa makan tuan. Ada kasus di mana para pelapor, termasuk netizen di dunia maya, ditahan polisi dengan tudingan balik mencemarkan nama baik pejabat, atau dituduh "mengganggu stabilitas."

Seperti dikisahkan McGregor, partisipasi publik atau media massa di Tiongkok hanya demi membantu Partai Komunis Tiongkok dan pemerintah dalam memerangi korupsi, jadi bukan semata-mata demi kemaslahatan rakyat.

Maka muncul keraguan apakah perang melawan korupsi di Tiongkok cenderung tebang-pilih. Soalnya, Komisi Inspeksi Disiplin pun tak akan begitu saja berani menyelidiki keluarga sembilan anggota Komite Tetap Politbiro Partai Komunis --forum tertinggi kekuasaan politik di Tiongkok. Ia mencakup seorang Sekretaris Jenderal Partai yang merangkap Presiden Tiongkok, dan juga seorang anggota yang merangkap Perdana Menteri.

Dalam satu diskusi di CNN 16 Oktober 2013, akademisi asal Hong Kong Willy Lam menduga adanya praktik "tebang pilih" itu. "Ada semacam perjanjian tidak tertulis di dalam lingkup partai komunis bahwa baik mantan pejabat maupun mereka yang sedang menjabat dalam Komite Tetap Politbiro tidak bisa disentuh. Kita tidak bisa menyentuh mereka dengan tuduhan pidana," kata Lam, pengamat masalah Tiongkok dari the Chinese University of Hong Kong. 

Partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi pun, lanjut Lam, dibatasi pada tingkat tertentu. "Para netizen hanya bisa memaparkan kelakuan para pejabat maksimal di tingkat wakil menteri dan tidak sampai ke 'macan-macan'-nya,” ujar Lam.  Di saat bersamaan, kata Lam, terdengar kabar polisi menahan para netizen yang antusias memaparkan kejahatan, atau kasus korupsi yang melibatkan para pejabat.

Pihak berwenang Tiongkok seakan sedang menyebarkan pesan lain, bahwa publik tak boleh sembarangan membongkar dugaan korupsi pejabat. Bila tak terbukti, ia bisa menjurus kepada pencemaran nama baik.  Seorang wartawan bernama Liu Hu, pernah menjadi korban dari “kesialan” itu.

Menurut harian Tiongkok, The Global Times, Liu ditahan oleh polisi Beijing sejak Agustus lalu atas kasus pencemaran nama baik. Reporter koran New Express asal Guangzhou itu, dalam akunnya di Weibo pada 29 Juli lalu, menuding Ma Zhenggi, pejabat Badan Administrasi Industri dan Perdagangan membuang-buang aset negara.

Liu juga menuduh sejumlah pejabat di badan itu terlibat korupsi.  Ujungnya, malah dia yang ditahan polisi. Tuduhannya: laporan si wartawan itu dianggap hanya memperkeruh suasana.

Menepuk Lalat Memburu Macan

Nie Yifeng terkesan sesumbar. Komite Disiplin, katanya, cuma perlu waktu tiga bulan. Mengusut sebuah kasus korupsi kakap di Guangzhou.  Jika belum tuntas, hanya perlu tambahan waktu sebulan. Kasus itu akan beres. Dan si koruptor bakal menghabiskan nafas di jeruji besi.

Nii Yifeng memang tidak sekedar membusung dada. Juga bukan sembarang orang.  Dia adalah Direktur Komite Disiplin Partai Komunis Tiongkok (PKC). Komite yang bagaikan malaikat pencabut nafas bagi koruptor di negeri itu."Secara umum, kami perlu tiga bulan untuk menginvestigasi kasus korupsi,” katanya kepada VIVAnews, ketika berkunjung ke Guangzhou beberapa waktu lalu.

Kerja keras itulah yang mengiring puluhan ribu koruptor ke muka hukum. Setidaknya 321.429 kasus pelanggaran disiplin beres sudah. Itu jumlah sejak enam tahun lalu. Lebih dari 22.000 kasus berujung hukuman.

Jumlah sebanyak itu berasal dari semua lapisan. Pegawai rendahan. Para direktur jenderal. Setidaknya selama enam tahun ini, 151 direktur jenderal dijerat, 1.043 lainnya adalah direktur. Para koruptor itu diciduk dari berbagai kantor pemerintah.

Negeri Tirai Bambu itu memang sedang “ngamuk” menguber para koruptor. Di Provinsi Guangdong saja terdapat 22.872 pengawas korupsi.  Mereka memelototi setiap kantor. Tidak ada yang mendapat keistimewaan.”Tidak peduli seberapa tinggi pangkat, kontribusi, dan lama keanggotaan di partai," kata Nie.

Di Guangzhou itu saja sudah ditangani 156 kasus korupsi, dengan kerugian 28,4 miliar yuan. Dana illegal 683 miliar yuan. Korupsi sejumlah itu bertebaran di sejumlah proyek. Dana perumahan. Keamanan. Pemberantasan kemiskinan. Dan penanggulangan bencana.

Tiongkok mengunakan segala cara demi menghabisi koruptor. Dipenjara.  Harta dikuras. Atau digiring ke peti mati. Wakil Direktur Inspeksi Disiplin Guangzhou, Wang Yemin, menjelaskan bahwa harta koruptor dikuras demi memulangkan uang negara. Tahun lalu, 3 miliar yuan atau setara Rp5,3 triliun sudah kembali ke kantong negara. Semuanya dari tabungan koruptor.

Jika si koruptor masuk kategori kelas kakap dan sungguh brutal dia mencuri uang negara, hukumannya adalah mati. Di Guangdong, kata Wang, “Kader korup yang menerima hukuman mati dengan pangkat tertinggi adalah direktur jenderal."

Kesaktian Komite Disiplin itu sesungguhnya sudah menyala semenjak 86 tahun lampau. Tahun 1927. Sudah banyak “kamerad” yang dibekuk. Kedigdayaan komite itu lantaran dilindungi konstitusi. Komite ini  langsung di bawah Kongres Nasional Partai dan setara dengan Komite Pusat PKC. Tugasnya membersihkan partai. Dari ulah koruptor.

Komite ini mengawasi lima lini utama partai. Pengawasan di dalam tubuh partai, organ PKC di pemerintahan, pengadilan, Kongres Rakyat dan konferensi politik, media dan publik. “Ini adalah lima sistem yang komplit. Terbukti meningkatkan efisiensi kerja dengan pengawasan,” tegas Wang.

Shuanggui

Dengan pengawasan yang melekat itu, banyak koruptor dijerat. Data yang dilansir Xinhua menunjukkan, tahun ini saja komite disiplin telah menghukum 2.290 kader yang menghamburkan uang negara.  Selain penyelidikan yang jeli, Komite Disiplin PKC ditakuti para pejabat lantaran metode interogasinya yang terkenal mengerikan.

Metode ini dinamakan "shuanggui". Sebuah cara kerja yang memadukan investigasi yang ketat dengan penyiksaan dan tekanan fisik maupun mental yang tajam. Tujuannya adalah agar target mengaku.

Richard Mcgregor dalam bukunya,  “The Party: The Secret World of Tiongkok's Communist Rulers”, menuliskan bahwa shuanggui berarti “peraturan ganda”. Disebut demikian karena shuanggui berdiri sendiri, berada di luar sistem penegakan hukum Tiongkok dan pengadilan.

Menggunakan sistem ini, para terduga korupsi halal diculik. Ditahan. Diinterogasi oleh partai. Bahkan sebelum kasusnya diproses secara formal. Karena di luar sistem pengadilan, terduga korupsi bisa ditahan dengan jangka waktu yang tidak jelas. Bahkan bisa berbilang bulan.

Mereka dilarang menelepon keluarga. Pengacara juga tak boleh.   Bisa ditahan di mana saja. Bisa di kantor, asrama, atau rumah sakit. Tanpa pengawasan aparat. Asalkan tertutup dan di lantai satu. Kenapa dilantai satu? Sebab para periode tahun 90an, banyak pejabat yang menjalani shuanggui bunuh diri. Melompat dari jendela. Lalu bug. Mati.

Jika masih hidup, mereka ditekan agar mengaku. Mereka kurang tidur, diinterogasi 24 jam sehari dan disiksa. Sampai ke toilet pun dikuntit terus.

Salah satu korban yang ramai dibicarakan adalah  Yu Qiyi. Dia mantan kepala teknisi Wenzhou Industry Investment Group, sebuah perusahaan milik negara. Dia tewas setelah menjalani shanggui.  Ditahan karena kasus korupsi penjualan lahan.

Otopsi menunjukkan, Qi dibenamkan berkali-kali ke dalam air es. Disebutkan bahwa Yu meninggal karena terlalu banyak menghisap cairan. Paru-parunya tidak berfungsi.

Dari foto otopsi yang disebarkan istrinya, Wu Qian, menujukkan bahwa Yu tidak hanya tewas karena ditenggelamkan. Tapi juga  disiksa dengan brutal selama 38 hari. Dalam foto tersebut terlihat tubuh Yu penuh dengan memar dan luka terbuka. Enam orang penyidik dihukum penjara, setelah kasus ini ramai diberitakan.

Agar selamat dari shuanggui, mereka harus mengaku atau membocorkan kejahatan pejabat lain. Biasanya para whistle blower bisa kembali menempati posisi mereka. Tapi sangat sulit naik pangkat hingga masa pensiun menjemput.

Shuanggui adalah pengadilan tersendiri di luar pengadilan resmi. Jika sudah mengaku pada proses ini, PKC akan langsung mengumumkan pemecatan pelaku kepada publik. Ini jadi vonis awal yang tidak resmi. Tanpa hakim dan juri. Bahwa seseorang telah melakukan kejahatan korupsi.

Ada berbagai cara Komite Disiplin mengendus kasus korupsi. Sebelum maraknya Weibo, salah satu senjata mereka adalah  para informan. Informan ini adalah rakyat biasa yang mengirimkan bocoran kelakuan pejabat melalui surat tanpa nama. Surat bisa dikirim kepada setiap hari di kantor pemerintah.

Wang Minggao, Pejabat Departemen Organisasi PKC di Provinsi Hunan, mengatakan bahwa 60-70 persen investigasi korupsi dimulai dari informasi informan. Bahkan menurut People’s Daily, di beberapa provinsi jumlahnya bisa 90 persen. “Mata rakyat biasa lebih tajam. Banyak kasus yang muncul berkat laporan rakyat biasa,” kata Wang.

Macan Hingga Lalat

Hari-hari ini,  pemerintah Tiongkok tengah membidik para koruptor kelas kakap. Ada tiga kasus besar. Kasus-kasus itu  menjadi perhatian publik Tiongkok dan dunia. Pertama, adalah korupsi mantan petinggi PKC yang sempat diprediksi menjadi anggota komite tetap PKS, Bo Xilai. Kedua, korupsi Jiang Jemin, kepala Komisi Pengawasan dan Administrasi Aset. Ketiga, Zhou Yongkang, anggota Komite Tetap PKC, orang kesembilan terkuat di pemerintahan Tiongkok dan PKC.

Para terduga itu dibidik sesuai dengan komitmen Xi Jinping, sebelum menjabat sebagai presiden Tiongkok. Dia bersumpah akan memberantas korupsi hingga tuntas. Dari akar hingga pucuk. "Dari macan hingga lalat" kata dia mengibaratkan pegawai recehan hingga petinggi.

"Kita harus melawan macan dan lalat di waktu yang sama, menginvestigasi kasus-kasus pelanggaran hukum para pejabat tinggi dan menyelesaikan kecenderungan tidak sehat dan masalah korupsi yang terjadi di semua orang," kata Xi.

Dan bukan hanya korupsi.  Xi juga memberangus gaya hidup mewah para pejabat. Di awal pemerintahannya, dia melarang anggota partai mendapatkan perlakuan khusus. Melarang menghamburkan uang, seperti yang sudah-sudah.

Gaya hidup mewah, katanya, harus segera dihentikan karena akan berkembang menjadi keinginan untuk korupsi. Juga bisa menciptakan kesenjangan antara partai dan rakyat mengangga lebar. "Kita akan kehilangan akar, aliran darah dan kekuatan kita," kata Xi.

Bukan hanya berjanji, Xi juga bergerak cepat. Beberapa pejabat tinggi PKC dicopot lantaran bergaya  dengan barang mewah. “Sebelum Xi berkuasa, masyarakat sudah terbiasa dengan kampanye anti-korupsi yang tidak efektif. Para pemimpin sebelumnya dikenal banyak bicara dan sedikit bertindak, atau dikenal 'Kilatan besar, hujan kecil'. Tapi kali ini, pidato Xi membuahkan hasil nyata," kata Li Xinde, jurnalis warga yang terkenal di Tiongkok.

Demi Keselamatan Partai

Semangat memberantas korupsi itu, selain membersihkan negara, juga sebagai upaya penyelamatan partai yang citranya kian terpuruk. Pejabat PKC di pusat dan daerah sejak lama dipandang sebagai raja kecil. Hidup bertabur harta. Suap dan korup dari uang rakyat.

"Karena korupsi telah menyebar dan menghancurkan reputasi partai serta merusak legitimasi partai, demi keselamatan partai dia harus melancarkan kampanye anti korupsi," kata Lijia Zhang, pengamat sosial dan penulis, kepada CNN.

Joseph Cheng, professor di City University of Hong Kong, mengatakan bahwa kampanye anti-korupsi Xi berimplikasi pada rencana reformasi ekonomi yang akan diterapkannya pada Rapat Pleno Partai Komunis November mendatang.

Dalam rapat nanti, Xi diperkirakan akan memperkenalkan paket reformasi ekonomi demi menstimulasi konsumsi domestik. Konsumsi itu adalah sumbu alternatif pertumbuhan.

Bertahun-tahun belakangan, Tiongkok memang mengandalkan laju ekonomi dari investasi dan ekspor.  Berhasil. Melejitkan pemasukan dalam 30 tahun terakhir. Cheng mengatakan, dengan memberantas korupsi, Xi mencoba menunjukkan kekuatannya. Membersihkan korupsi di perusahaan negara. Demi meraih keyakinan pasar domestik.

Di Tiongkok, Koruptor Dijatuhkan oleh Perempuan Simpanan

Koruptor seringkali jatuh oleh ketamakan mereka sendiri. Tahta, harta, dan wanita yang selama ini mereka kejar, akhirnya malah jadi batu sandungan. Itulah yang terjadi di Tiongkok. Sejumlah pejabat korup jatuh setelah kejahatan mereka diungkap oleh perempuan simpanan masing-masing.

Tengok pengakuan seorang kekasih gelap pejabat publik yang mengaku dirinya bernama Ji Yingnan. Dilansir kantor berita BBC, Kamis 10 Oktober 2013, Ji memajang beberapa video dan foto dirinya dan sang kekasih di dunia maya.

Kekasih Ji yakni seorang Wakil Direktur Administrasi Arsip Pemerintah bernama Fan Yue. Dalam beberapa foto, tergambar dengan jelas sepasang kekasih itu tengah asyik berbelanja, berenang di kolam renang pribadi dan sedang berpesta.

Ji mengaku sengaja membongkar aibnya sendiri, karena geram dengan kekasihnya itu. Setelah sekian lama berhubungan dan dijanjikan akan dinikahi, Ji baru tahu kalau Fan ternyata telah memilih istri dan anak yang sudah berusia remaja.

"Saya benar-benar tidak menyangka kalau dia seorang pembohong," ujar Ji yang juga berprofesi sebagai seorang penyiar kepada harian Tiongkok, Global Times.

Menurut Ji, Fan selalu berjanji akan menikahinya. "Saya selalu berpikir kelak dia akan menjadi tunangan atau bahkan suami saya di masa yang akan datang," imbuh Ji.

Terungkapnya perselingkuhan Ji dan Fan di ranah publik membuat masyarakat Tiongkok marah. Pasalnya selain berselingkuh, Fan turut diduga menggunakan dana rakyat senilai US$1000 atau Rp11,3 juta per harinya untuk memanjakan sang kekasih gelap. Belum lagi hadiah berupa sebuah mobil mewah dan janji sebuah apartemen.

Ji mengaku kepada Global Times, sengaja membocorkan perselingkuhannya itu karena menduga kekasihnya terlibat dalam tindak korupsi. Dia sudah melaporkan itu ke pejabat berwenang, namun tidak ditanggapi. Maka sebagai pelampiasan, dia membeberkan aib itu melalui media maya.

Menurut laporan kantor berita Xinhua, Fan, kemudian dipecat dari jabatannya pada bulan Juni lalu dan kini tengah diinvestigasi atas tuduhan melakukan tindak korupsi.

Lain lagi dengan kisah pejabat berwenang di bidang energi, Liu Tienan. Liu didepak dari jabatannya pada bulan Mei lalu gara-gara wanita simpanannya itu membeberkan kepada seorang jurnalis bahwa kekasihnya itu telah menipu bank senilai US$200 juta atau Rp2,2 triliun.

Menurut seorang blogger anti korupsi, Zhu Ruifeng, fenomena wanita simpanan di kalangan para pejabat publik, bukanlah barang baru di Tiongkok. Skandal seks, bisa saja terjadi di seluruh negara di dunia, namun perbedaannya, ungkap Zhu, terletak pada penggunaan uang rakyat yang digunakan para pejabat untuk membiayai kehidupan glamor para wanita simpanannya tersebut.

"Di Tiongkok, tidak ada yang jelas. Publik tidak tahu apa yang dilakukan para pejabat mereka. Tapi para wanita simpanan ini yang tinggal bersama si pejabat dan menghabiskan uangnya, tahu betul apa saja yang telah terjadi," ujar Zhu.

Zhu merupakan salah satu penggagas situs mikro blog yang mengungkap informasi soal beragam kasus korupsi. Salah satu kasus yang membuat namanya dikenal, karena dia memajang video seks mantan pejabat pemerintah, Lei Zhengfu.

Kini nasib Lei setali tiga uang dengan pejabat pemerintah Tiongkok lainnya, tengah diperiksa atas tuduhan korupsi dan sudah berada di balik jeruji besi.

Masih menurut Zhu, wanita simpanan sudah menjadi simbol korupsi di Tiongkok. Berdasarkan laporan pemerintah di tahun 2007 silam, hampir 90 persen pejabat pemerintah yang terjungkal karena kasus korupsi, memiliki setidaknya satu wanita simpanan.

Pada kenyataannya di banyak kasus, mereka memiliki lebih dari satu kekasih gelap. Fakta ini terungkap dalam kasus mantan Menteri Jalur Kereta Api, Liu Zhijun, yang dibui karena kasus korupsi awal tahun ini. Liu dilaporkan memiliki 18 wanita simpanan.

Menurut pengakuan mantan wanita simpanan yang pernah ditemui Zhu, fenomena banyaknya kekasih gelap disebabkan karena para pria Tiongkok memiliki gejala kekaisaran jaman dulu.

"Dengan menjadi seorang kaisar, artinya Anda dapat memiliki banyak wanita dan ini merupakan sesuatu yang mereka banggakan. Mereka melihat wanita sebagai sebuah hadiah atas kesuksesan yang diraihnya," kata wanita berusia 26 tahun yang tidak ingin disebut identitasnya.

Wanita itu mengaku, dulu, dirinya merupakan kekasih gelap seorang pengusaha papan atas Tiongkok. Dia mengatakan hal serupa dengan Zhu, yakni wanita simpanan bukanlah fenomena baru di Negeri Tirai Bambu. Bahkan antara pengusaha dan pejabat pemerintah sudah terjalin kerjasama untuk melakukan korupsi.

"Para pebisnis dan pejabat pemerintah, mereka bekerja sama. Bahkan seorang pejabat meminta tolong kepada pacar saya, bukan untuk memperoleh uang, tapi dia ingin memiliki wanita simpanan juga," ujar wanita tersebut.

Namun, para penguasa Partai Komunis Tiongkok, kini berupaya untuk menghentikan aib yang telah terlanjur merebak di muka publik itu. Melalui media corong mereka, People's Daily, mereka menurunkan berita bahwa Tiongkok tidak bisa mengungkap kasus korupsi hanya mengandalkan pengakuan para kekasih gelap.

"Beberapa wanita simpanan secara langsung menyuap atau mencari keuntungan besar ilegal. Berharap menuntaskan kasus korupsi melalui mereka artinya sama saja seperti setan menyerang setan lainnya," tulis People's Daily.

Tidak ada komentar: