Tiongkok semenjak dipimpin oleh Presiden Xi Jinping, sungguh luar biasa hasil dari penegakan hukum terutama dalam kasus korupsi. Cara, tindakan, keberanian pucuk pimpinan tertinggi di negara Tiongkok ini, layak sebagai cermin dan panutan para penegak hukum serta para pejabat di negara Indonesia, agar Indonesia dapat lebih bersaing dalam segala hal di kancah Internasional.
Di ruang lobi kantor itu
terpampang sebuah layar besar. Ada urutan sepuluh informasi terpopuler paling
dicari di Tiongkok pada hari itu. Terletak di kawasan industri kreatif Haidan,
di tepi kota Beijing, inilah kantor pusat search engine Internet terbesar di Tiongkok:
Baidu.
Di markas “Google”-nya Tiongkok itu, layar
besar tadi sedang memunculkan barisan kata dalam bahasa Mandarin. “Siang
ini berita mengenai Bo Xilai paling dicari,” kata Direktur Komunikasi
Internasional Baidu, Kaiser Kuo, kepada VIVAnews yang melawat kantor itu akhir
September 2013 lalu.
Daftar kata yang dipantau itu adalah
cerminan dari tren apa yang paling diminati rakyat Tiongkok setiap hari.
“Jumlah mereka yang bisa mengakses informasi lewat Internet semakin bertambah,”
ujar Kuo. “Apalagi, di Tiongkok, ponsel pintar dan tablet makin
bertambah," kata Kuo.
Kabar soal Bo Xilai saat itu menjadi
perbincangan paling hangat bagi publik di Tiongkok. Ia bersaing dengan berita
amukan Topan Usagi di Hong Kong dan pesisir selatan Tiongkok yang menewaskan
sekitar 20 orang.
Bo baru sehari divonis penjara seumur
hidup, pada 22 September 2013, oleh hakim pengadilan di Kota Jinan atas korupsi
dan penyalahgunaan kekuasaan. Bagi publik di Tiongkok, Bo adalah pejabat
tertinggi yang diadili dan dihukum oleh hakim pengadilan atas kejahatan
korupsi.
Tidak mengherankan, sehari kemudian, semua
surat kabar besar di Tiongkok menempatkan hukuman atas Bo sebagai berita utama
di halaman pertama mereka. Ini termasuk Tiongkok Daily, surat kabar berbahasa
Inggris yang bertiras 500.000 eksemplar.
"Hukuman atas Bo Xilai ini terjadi
saat Presiden Xi Jinping menempatkan pemberantasan korupsi sebagai salah satu
prioritasnya," kata Qu Yingpu, Wakil Pemimpin Redaksi Tiongkok Daily di
kantornya, di Huixin Dongjie, Beijing. Masyarakat rupanya antusias dengan aksi
pemerintah itu.
Bo Xilai bukanlah pejabat sembarangan.
Politisi berusia 64 tahun itu adalah pemimpin Partai Komunis di Kota Chongqing,
plus anggota Politbiro Komite Sentral Partai. Ia adalah pejabat tertinggi yang
pernah diadili, dan dihukum dalam sejarah Republik Rakyat Tiongkok.
Terkenal berpandangan konservatif dan
pendukung keras pandangan-pandangan Mao Zedong, Bo bahkan sempat dispekulasikan
masuk dalam angkatan baru pemimpin Tiongkok, yang kini berada di bawah
kekuasaan Xi Jinping.
Tapi nasib berkata lain. Karir Bo hancur
setelah dia diadili dan dihukum atas kasus korupsi, suap, dan penyalahgunaan
kekuasaan. Dia dihukum penjara seumur hidup dan semua aset kekayaannya disita
negara. Begitu pula keluarganya, hancur.
Pengadilan atas Bo hanya memakan waktu
satu bulan sampai dia menghadapi vonis pada 22 September 2003. Menurut vonis
pengadilan, seperti dikutip media-media massa Tiongkok, Bo dinyatakan bersalah
menerima suap sebesar 21,79 juta yuan (sekitar Rp39,4 miliar) dari dua pengusaha
lokal, berupa sebuah vila di Prancis untuk istrinya dan pembayaran biaya
perjalanan dan tagihan kartu kredit untuk putranya yang bersekolah di luar
negeri.
Tidak hanya korupsi, Bo juga dinyatakan
menyalahgunakan jabatannya sebagai petinggi partai untuk menutup-nutupi peran
istrinya dari suatu kasus pembunuhan. Istri Bo, Gu Kailai, sebelumnya pada
Agustus 2012 juga dihukum penjara seumur hidup (sebagai pengganti vonis hukuman
mati yang tertunda). Ia dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan seorang
pengusaha asal Inggris, Neil Heywood.
Itulah sebabnya, perhatian publik Tiongkok
tak hanya terpaku pada Bo, namun juga pada istri dan anaknya, yang disekolahkan
di Amerika Serikat. Menurut data dari Baidu, referensi dan pencarian atas kabar
Bo Xilai naik 1,780 persen. Sedangkan atas Gu Kailai naik 8.030 persen,
sedangkan atas putra mereka, Bo Guagua meningkat 4.601 persen, ungkap harian
South Tiongkok Morning Post.
Dalam tayangan stasiun televisi
pemerintah, CCTV, Bo tak lagi terlihat sebagai pejabat berwibawa. Di gedung
pengadilan Kota Jinan, Provinsi Shandong, kedua mata Bo tampak sayu. Mukanya
lelah seperti kurang tidur. Dia tak lagi bersetelan jas, hanya berkemeja putih
dan celana hitam. Bo menatap pasrah ke arah hakim yang membacakan vonis
baginya: penjara seumur hidup.
Lalu pengadilan Bo menjadi semacam drama
kejatuhan seorang petinggi partai. Televisi, radio, koran memberitakan secara
gencar. Sesudah vonis dibacakan, ia diapit kedua petugas ke luar pengadilan
menuju mobil tahanan. Itu terakhir kali rakyat Tiongkok melihat Bo
Xilai.
Pemerintah Tiongkok rupanya ingin
memberikan kesan tak main-main dengan pengadilan Bo. Proses pengadilannya
disiarkan media sosial di Internet, lewat akun resmi di Sina Weibo, semacam
Facebook-nya Tiongkok.
Pesan perang atas korupsi memang
digencarkan Tiongkok lewat Internet. Ia boleh jadi cara yang efektif. Menurut
data Baidu, hingga akhir 2012, terdapat 564 juta pengguna Internet di negeri
Panda itu. Ini menjadikan Tiongkok sebagai negara dengan populasi Internet
terbesar di dunia.
Lalat dan macan
Korupsi telah menjadi penyakit kronis di Tiongkok
tiga dekade terakhir. Kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok, seperti dikutip
Xinhua, pun sudah memperingatkan bahwa korupsi bisa mengancam jatuhnya partai,
dan juga negara.
Itu sebabnya, Partai Komunis Tiongkok yang
berkuasa sejak 1949, kini kian gencar menindak para pejabat maupun kader yang
terjerat korupsi. Pemimpin Tiongkok saat ini, Xi Jinping, sudah menyatakan
perang melawan korupsi menjadi prioritas untuk sepuluh tahun ke depan. Bagi Xi
Jinping, perang melawan korupsi adalah tugas jangka panjang, rumit, dan sulit.
Maka perlu upaya konsisten, dan tidak kendur. "Kita harus perangi setiap
perilaku korup,” kata Xi. Dia tak akan bosan menghukum setiap pejabat korup,
agar rakyat Tiongkok percaya, pemerintah bukan basa-basi.
Komitmen Xi itu, seperti dilaporkan
Xinhua, sudah dikoarkan di depan anggota Komisi Inspeksi Disiplin Partai, badan
yang berkuasa menindak para pejabat korup, pada Januari 2013 lalu. Xi Jinping
saat itu adalah Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok. Dua bulan
kemudian, Sekjen Xi otomatis menjadi Presiden, seperti tradisi politik di Tiongkok
dalam dua dekade terakhir.
Kepada para kader partai, Xi meminta
mereka agar tidak segan-segan menghukum sesama kolega maupun pejabat korup.
Maka dia melontarkan dua sebutan, yaitu "lalat" bagi pejabat tingkat
rendah, dan "macan" untuk pejabat tinggi yang korup. Mereka harus
sama-sama dihukum.
"Tidak ada pengecualian saat Partai
menegakkan disiplin dan hukum. Semua kasus akan diperiksa secara menyeluruh,
dan tidak akan ada keringanan hukuman bagi siapapun yang terlibat," ujar
Xi.
Semangkuk sup
Sejumlah peraturan anti korupsi pun lahir.
Termasuk, misalnya, tidak boleh lagi ada karpet merah, atau penyambutan meriah
bagi kedatangan seorang pejabat, baik itu pusat dan daerah. Untuk
undangan makan siang, pejabat Tiongkok hanya boleh menikmati maksimal empat
macam masakan, dan satu jenis sup. Mobil dinas dilarang dipakai untuk urusan
pribadi.
"Dulu para pejabat dibiarkan
menghadiahi diri mereka dengan bonus dari anggaran pemerintah. Kini tidak boleh
ada yang namanya tunjangan lembur," ungkap Lijia Zhang, pengamat masalah Tiongkok
dalam satu tayangan di CNN pertengahan Oktober lalu.
Pada tahap awal, penyelidikan kasus
korupsi biasanya dijalankan oleh aparat negara atau polisi setelah mendengar
keluhan, laporan atau petisi dari warga. Namun, untuk kasus kelas kakap,
penyelidikan akan dijalankan oleh Komisi Inspeksi Disiplin dari Komite Pusat
Partai Komunis Tiongkok. Target mereka biasanya kader atau pengurus partai yang
duduk di jabatan strategis, baik di pemerintahan maupun di badan usaha milik
negara.
Tim penyelidik dari partai memiliki
cara-cara khusus untuk menginvestigasi pejabat atau kader yang terindikasi
korupsi. Cara-cara itu terkesan sangat keras dan luar biasa. (Selengkapnya
dapat dibaca pada bagian ke 3: Menepuk Lalat Memburu Macan)
Selama pengadilan, pejabat yang didakwa
korupsi hampir pasti akan divonis bersalah. Namun, berat atau ringannya hukuman
akan ditentukan dari bobot kejahatan, maupun pengakuan. Untuk kasus korupsi,
hukuman bervariasi. Bisa berupa penjara seumur hidup, atau bahkan eksekusi
mati.
Data dari Komisi Inspeksi Disiplin Partai,
seperti dikutip kantor berita Xinhua, sedikitnya 4.698 kader tingkat tinggi
maupun tingkat daerah telah dihukum oleh partai pada 2012. Tingkat
jabatannya beragam. Mereka misalnya adalah Liu Zhijun, mantan menteri kereta
api. Atau Huang Sheng, mantan wakil gubernur Provinsi Shandong, dan Tian
Xueren, mantan wakil Gubernur Provinsi Jilin (lihat Infografik: Skandal Kader
PKC).
Sebanyak 961 dari para pejabat itu telah
diadili, atau diserahkan ke lembaga yudisial untuk diadili. Selain itu, pada
2012, hampir 73.000 orang di Tiongkok --baik itu kader partai komunis maupun
bukan, telah dihukum karena kasus korupsi, atau lalai menjalankan
tugas.
“Mesin pencari daging manusia”
Masyarakat di Tiongkok tak hanya bisa
mengikuti berita aksi “ganyang” pejabat korup. Dalam beberapa tahun terakhir,
mereka diberi angin berpartisipasi memerangi korupsi.
Bagi wartawan surat kabar Inggris, Richard
McGregor, partisipasi masyarakat itu dia sebut sebagai "mesin pencari
daging manusia" (human flesh search engines). Agak mengerikan
kedengarannya. Istilah itu sebetulnya dipakai untuk menggambarkan betapa
gencarnya masyarakat di Tiongkok, terutama para bloger dan jurnalis ikut
gerakan aksi anti korupsi. Mereka mengendus gaya hidup berlebihan para pejabat
dan keluarga petinggi. Semua itu diungkap sebagai gejala awal adanya praktik
korupsi.
Di era Internet, dan dengan identitas
samaran, publik memakai media sosial setempat seperti Sina Weibo, untuk
memajang foto dan informasi seputar aksi kesewenang-wenangan dan gaya hidup
mewah para pejabat. "Pada 2009, banyak pejabat daerah yang aksinya
diungkap oleh apa yang disebut warga Tiongkok sebagai 'mesin pencari daging
manusia,'" tulis McGregor dalam bukunya The Party: The Secret World of Tiongkok's
Communist Rulers.
Di buku itu, McGregor, bekas wartawan
Financial Times di Tiongkok, berkisah betapa berkuasanya Partai Komunis Tiongkok.
Partai menjadi penentu nasib para pejabat, eksekutif, profesor, hingga wartawan
setempat. Ia bisa menindak siapa saja, termasuk mereka yang bermasalah atas
kasus korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan.
"Partai itu ibarat Tuhan. Dia berada
di mana pun, kita saja yang tidak bisa melihatnya," tulis McGregor dengan
mengutip perkataan seorang profesor Universitas Rakyat di Beijing.
McGregor memberi beberapa contoh kasus
bagaimana partisipasi masyarakat di Internet bisa mengundang aparat partai
menindak pejabat yang terindikasi korupsi.
Pada awal 2009, pernah muncul sebuah foto
di Internet tentang seorang pejabat di Kota Nanjing yang mengurusi perizinan
real estat sedang mengisap Nanjing 95 Imperial, jenis rokok mahal setara
Rp220.000 per bungkus.
Dia juga terlihat memakai jam buatan
Swiss, Vacheron Constantin, yang harga pasarannya saat itu US$15.000. Pejabat
itu membantah dengan mengklaim bahwa dia hanya pakai jam produk bajakan alias
palsu. Namun pejabat itu akhirnya dipecat, dan diseret ke meja hakim. Menurut
kantor berita Xinhua, pejabat bernama Zhou Jiugeng itu divonis penjara 11 tahun
atas kasus suap. Sejak saat itu "mesin pencari daging manusia" terus
memakan korban.
Di Kota Shenzen, misalnya, muncul rekaman
video lewat Internet tentang seorang pejabat partai setempat tengah mabuk, dan
menganiaya ayah seorang gadis yang berupaya dia lecehkan. Laporan masyarakat
seperti itulah yang terus bermunculan di media sosial.
Kini bahkan muncul sejumlah kasus, di mana
aib para pejabat korup itu malah diungkap oleh perempuan simpanan mereka.
Tengok pengakuan seorang kekasih gelap pejabat publik bernama Ji Yingnan.
Dilansir kantor berita BBC, Kamis 10 Oktober 2013, Ji memajang sejumlah video
dan foto dirinya dan sang kekasih di dunia maya.
Kekasih Ji adalah seorang Wakil Direktur
Administrasi Arsip Pemerintah bernama Fan Yue. Dalam beberapa foto, tergambar
jelas sepasang kekasih itu tengah asyik berbelanja, berenang di kolam renang
pribadi, dan sedang berpesta.
Seperti dikutip surat kabar Tiongkok berbahasa
Inggris, Global Times, Ji sengaja membocorkan perselingkuhannya itu karena
menduga kekasihnya terlibat dalam tindak korupsi. Dia sudah melaporkan itu ke
pejabat berwenang, namun tidak ditanggapi. Maka, sebagai pelampiasan, dia
membeberkan aib itu melalui jalur maya. (Selengkapnya bisa dibaca di
artikel "Di Tiongkok, Koruptor Dijatuhkan oleh Perempuan Simpanan")
Kantor berita Xinhua menulis bahwa Fan
akhirnya dipecat dari jabatannya pada Juni lalu. Ia kini tengah
diinvestigasi atas tuduhan melakukan tindak korupsi.
Senjata makan tuan?
Namun, penguasa Tiongkok tak begitu saja
melonggarkan kendali atas masyarakatnya dalam memerangi korupsi. Warga tak bisa
leluasa melaporkan para pejabat korup. Jika salah, senjata bisa makan tuan. Ada
kasus di mana para pelapor, termasuk netizen di dunia maya, ditahan polisi
dengan tudingan balik mencemarkan nama baik pejabat, atau dituduh
"mengganggu stabilitas."
Seperti dikisahkan McGregor, partisipasi
publik atau media massa di Tiongkok hanya demi membantu Partai Komunis Tiongkok
dan pemerintah dalam memerangi korupsi, jadi bukan semata-mata demi
kemaslahatan rakyat.
Maka muncul keraguan apakah perang melawan
korupsi di Tiongkok cenderung tebang-pilih. Soalnya, Komisi Inspeksi Disiplin
pun tak akan begitu saja berani menyelidiki keluarga sembilan anggota Komite
Tetap Politbiro Partai Komunis --forum tertinggi kekuasaan politik di Tiongkok.
Ia mencakup seorang Sekretaris Jenderal Partai yang merangkap Presiden Tiongkok,
dan juga seorang anggota yang merangkap Perdana Menteri.
Dalam satu diskusi di CNN 16 Oktober 2013,
akademisi asal Hong Kong Willy Lam menduga adanya praktik "tebang
pilih" itu. "Ada semacam perjanjian tidak tertulis di dalam lingkup
partai komunis bahwa baik mantan pejabat maupun mereka yang sedang menjabat
dalam Komite Tetap Politbiro tidak bisa disentuh. Kita tidak bisa menyentuh
mereka dengan tuduhan pidana," kata Lam, pengamat masalah Tiongkok dari
the Chinese University of Hong Kong.
Partisipasi masyarakat dalam pemberantasan
korupsi pun, lanjut Lam, dibatasi pada tingkat tertentu. "Para netizen
hanya bisa memaparkan kelakuan para pejabat maksimal di tingkat wakil menteri
dan tidak sampai ke 'macan-macan'-nya,” ujar Lam. Di saat bersamaan,
kata Lam, terdengar kabar polisi menahan para netizen yang antusias memaparkan
kejahatan, atau kasus korupsi yang melibatkan para pejabat.
Pihak berwenang Tiongkok seakan sedang
menyebarkan pesan lain, bahwa publik tak boleh sembarangan membongkar dugaan
korupsi pejabat. Bila tak terbukti, ia bisa menjurus kepada pencemaran nama
baik. Seorang wartawan bernama Liu Hu, pernah menjadi korban dari
“kesialan” itu.
Menurut harian Tiongkok, The Global Times,
Liu ditahan oleh polisi Beijing sejak Agustus lalu atas kasus pencemaran nama
baik. Reporter koran New Express asal Guangzhou itu, dalam akunnya di Weibo
pada 29 Juli lalu, menuding Ma Zhenggi, pejabat Badan Administrasi Industri dan
Perdagangan membuang-buang aset negara.
Liu juga menuduh sejumlah pejabat di badan
itu terlibat korupsi. Ujungnya, malah dia yang ditahan polisi.
Tuduhannya: laporan si wartawan itu dianggap hanya memperkeruh suasana.
Menepuk Lalat Memburu Macan
Nie Yifeng terkesan sesumbar.
Komite Disiplin, katanya, cuma perlu waktu tiga bulan. Mengusut sebuah kasus
korupsi kakap di Guangzhou. Jika belum tuntas, hanya perlu tambahan
waktu sebulan. Kasus itu akan beres. Dan si koruptor bakal menghabiskan nafas
di jeruji besi.
Nii Yifeng memang tidak sekedar membusung
dada. Juga bukan sembarang orang. Dia adalah Direktur Komite
Disiplin Partai Komunis Tiongkok (PKC). Komite yang bagaikan malaikat pencabut
nafas bagi koruptor di negeri itu."Secara umum, kami perlu tiga bulan
untuk menginvestigasi kasus korupsi,” katanya kepada VIVAnews, ketika
berkunjung ke Guangzhou beberapa waktu lalu.
Kerja keras itulah yang mengiring puluhan
ribu koruptor ke muka hukum. Setidaknya 321.429 kasus pelanggaran disiplin
beres sudah. Itu jumlah sejak enam tahun lalu. Lebih dari 22.000 kasus berujung
hukuman.
Jumlah sebanyak itu berasal dari semua
lapisan. Pegawai rendahan. Para direktur jenderal. Setidaknya selama enam tahun
ini, 151 direktur jenderal dijerat, 1.043 lainnya adalah direktur. Para
koruptor itu diciduk dari berbagai kantor pemerintah.
Negeri Tirai Bambu itu memang sedang
“ngamuk” menguber para koruptor. Di Provinsi Guangdong saja terdapat 22.872
pengawas korupsi. Mereka memelototi setiap kantor. Tidak ada yang
mendapat keistimewaan.”Tidak peduli seberapa tinggi pangkat, kontribusi, dan
lama keanggotaan di partai," kata Nie.
Di Guangzhou itu saja sudah ditangani 156
kasus korupsi, dengan kerugian 28,4 miliar yuan. Dana illegal 683 miliar yuan.
Korupsi sejumlah itu bertebaran di sejumlah proyek. Dana perumahan. Keamanan.
Pemberantasan kemiskinan. Dan penanggulangan bencana.
Tiongkok mengunakan segala cara demi
menghabisi koruptor. Dipenjara. Harta dikuras. Atau digiring ke peti
mati. Wakil Direktur Inspeksi Disiplin Guangzhou, Wang Yemin, menjelaskan bahwa
harta koruptor dikuras demi memulangkan uang negara. Tahun lalu, 3 miliar yuan
atau setara Rp5,3 triliun sudah kembali ke kantong negara. Semuanya dari
tabungan koruptor.
Jika si koruptor masuk kategori kelas
kakap dan sungguh brutal dia mencuri uang negara, hukumannya adalah mati. Di
Guangdong, kata Wang, “Kader korup yang menerima hukuman mati dengan pangkat
tertinggi adalah direktur jenderal."
Kesaktian Komite Disiplin itu sesungguhnya
sudah menyala semenjak 86 tahun lampau. Tahun 1927. Sudah banyak “kamerad” yang
dibekuk. Kedigdayaan komite itu lantaran dilindungi konstitusi. Komite
ini langsung di bawah Kongres Nasional Partai dan setara dengan
Komite Pusat PKC. Tugasnya membersihkan partai. Dari ulah koruptor.
Komite ini mengawasi lima lini utama
partai. Pengawasan di dalam tubuh partai, organ PKC di pemerintahan,
pengadilan, Kongres Rakyat dan konferensi politik, media dan publik. “Ini
adalah lima sistem yang komplit. Terbukti meningkatkan efisiensi kerja dengan
pengawasan,” tegas Wang.
Shuanggui
Dengan pengawasan yang melekat itu, banyak
koruptor dijerat. Data yang dilansir Xinhua menunjukkan, tahun ini saja komite
disiplin telah menghukum 2.290 kader yang menghamburkan uang negara. Selain
penyelidikan yang jeli, Komite Disiplin PKC ditakuti para pejabat lantaran
metode interogasinya yang terkenal mengerikan.
Metode ini dinamakan
"shuanggui". Sebuah cara kerja yang memadukan investigasi yang ketat
dengan penyiksaan dan tekanan fisik maupun mental yang tajam. Tujuannya adalah
agar target mengaku.
Richard Mcgregor dalam bukunya, “The
Party: The Secret World of Tiongkok's Communist Rulers”, menuliskan bahwa
shuanggui berarti “peraturan ganda”. Disebut demikian karena shuanggui berdiri
sendiri, berada di luar sistem penegakan hukum Tiongkok dan pengadilan.
Menggunakan sistem ini, para terduga
korupsi halal diculik. Ditahan. Diinterogasi oleh partai. Bahkan sebelum
kasusnya diproses secara formal. Karena di luar sistem pengadilan, terduga
korupsi bisa ditahan dengan jangka waktu yang tidak jelas. Bahkan bisa
berbilang bulan.
Mereka dilarang menelepon keluarga.
Pengacara juga tak boleh. Bisa ditahan di mana saja. Bisa di
kantor, asrama, atau rumah sakit. Tanpa pengawasan aparat. Asalkan tertutup dan
di lantai satu. Kenapa dilantai satu? Sebab para periode tahun 90an, banyak
pejabat yang menjalani shuanggui bunuh diri. Melompat dari jendela. Lalu bug.
Mati.
Jika masih hidup, mereka ditekan agar
mengaku. Mereka kurang tidur, diinterogasi 24 jam sehari dan disiksa. Sampai ke
toilet pun dikuntit terus.
Salah satu korban yang ramai dibicarakan
adalah Yu Qiyi. Dia mantan kepala teknisi Wenzhou Industry
Investment Group, sebuah perusahaan milik negara. Dia tewas setelah menjalani
shanggui. Ditahan karena kasus korupsi penjualan lahan.
Otopsi menunjukkan, Qi dibenamkan
berkali-kali ke dalam air es. Disebutkan bahwa Yu meninggal karena terlalu
banyak menghisap cairan. Paru-parunya tidak berfungsi.
Dari foto otopsi yang disebarkan istrinya,
Wu Qian, menujukkan bahwa Yu tidak hanya tewas karena ditenggelamkan. Tapi
juga disiksa dengan brutal selama 38 hari. Dalam foto tersebut
terlihat tubuh Yu penuh dengan memar dan luka terbuka. Enam orang penyidik
dihukum penjara, setelah kasus ini ramai diberitakan.
Agar selamat dari shuanggui, mereka harus
mengaku atau membocorkan kejahatan pejabat lain. Biasanya para whistle blower
bisa kembali menempati posisi mereka. Tapi sangat sulit naik pangkat hingga
masa pensiun menjemput.
Shuanggui adalah pengadilan tersendiri di
luar pengadilan resmi. Jika sudah mengaku pada proses ini, PKC akan langsung
mengumumkan pemecatan pelaku kepada publik. Ini jadi vonis awal yang tidak
resmi. Tanpa hakim dan juri. Bahwa seseorang telah melakukan kejahatan korupsi.
Ada berbagai cara Komite Disiplin
mengendus kasus korupsi. Sebelum maraknya Weibo, salah satu senjata mereka
adalah para informan. Informan ini adalah rakyat biasa yang
mengirimkan bocoran kelakuan pejabat melalui surat tanpa nama. Surat bisa
dikirim kepada setiap hari di kantor pemerintah.
Wang Minggao, Pejabat Departemen
Organisasi PKC di Provinsi Hunan, mengatakan bahwa 60-70 persen investigasi
korupsi dimulai dari informasi informan. Bahkan menurut People’s Daily, di
beberapa provinsi jumlahnya bisa 90 persen. “Mata rakyat biasa lebih tajam. Banyak
kasus yang muncul berkat laporan rakyat biasa,” kata Wang.
Macan Hingga Lalat
Hari-hari ini, pemerintah Tiongkok
tengah membidik para koruptor kelas kakap. Ada tiga kasus besar. Kasus-kasus
itu menjadi perhatian publik Tiongkok dan dunia. Pertama, adalah
korupsi mantan petinggi PKC yang sempat diprediksi menjadi anggota komite tetap
PKS, Bo Xilai. Kedua, korupsi Jiang Jemin, kepala Komisi Pengawasan dan
Administrasi Aset. Ketiga, Zhou Yongkang, anggota Komite Tetap PKC, orang
kesembilan terkuat di pemerintahan Tiongkok dan PKC.
Para terduga itu dibidik sesuai dengan
komitmen Xi Jinping, sebelum menjabat sebagai presiden Tiongkok. Dia bersumpah
akan memberantas korupsi hingga tuntas. Dari akar hingga pucuk. "Dari
macan hingga lalat" kata dia mengibaratkan pegawai recehan hingga
petinggi.
"Kita harus melawan macan dan lalat
di waktu yang sama, menginvestigasi kasus-kasus pelanggaran hukum para pejabat
tinggi dan menyelesaikan kecenderungan tidak sehat dan masalah korupsi yang
terjadi di semua orang," kata Xi.
Dan bukan hanya korupsi. Xi
juga memberangus gaya hidup mewah para pejabat. Di awal pemerintahannya, dia
melarang anggota partai mendapatkan perlakuan khusus. Melarang menghamburkan
uang, seperti yang sudah-sudah.
Gaya hidup mewah, katanya, harus segera
dihentikan karena akan berkembang menjadi keinginan untuk korupsi. Juga bisa
menciptakan kesenjangan antara partai dan rakyat mengangga lebar. "Kita
akan kehilangan akar, aliran darah dan kekuatan kita," kata Xi.
Bukan hanya berjanji, Xi juga bergerak
cepat. Beberapa pejabat tinggi PKC dicopot lantaran bergaya dengan
barang mewah. “Sebelum Xi berkuasa, masyarakat sudah terbiasa dengan kampanye
anti-korupsi yang tidak efektif. Para pemimpin sebelumnya dikenal banyak bicara
dan sedikit bertindak, atau dikenal 'Kilatan besar, hujan kecil'. Tapi kali
ini, pidato Xi membuahkan hasil nyata," kata Li Xinde, jurnalis warga yang
terkenal di Tiongkok.
Demi Keselamatan Partai
Semangat memberantas korupsi itu, selain
membersihkan negara, juga sebagai upaya penyelamatan partai yang citranya kian
terpuruk. Pejabat PKC di pusat dan daerah sejak lama dipandang sebagai raja
kecil. Hidup bertabur harta. Suap dan korup dari uang rakyat.
"Karena korupsi telah menyebar dan
menghancurkan reputasi partai serta merusak legitimasi partai, demi keselamatan
partai dia harus melancarkan kampanye anti korupsi," kata Lijia Zhang,
pengamat sosial dan penulis, kepada CNN.
Joseph Cheng, professor di City University
of Hong Kong, mengatakan bahwa kampanye anti-korupsi Xi berimplikasi pada
rencana reformasi ekonomi yang akan diterapkannya pada Rapat Pleno Partai
Komunis November mendatang.
Dalam rapat nanti, Xi diperkirakan akan
memperkenalkan paket reformasi ekonomi demi menstimulasi konsumsi domestik.
Konsumsi itu adalah sumbu alternatif pertumbuhan.
Bertahun-tahun belakangan, Tiongkok memang
mengandalkan laju ekonomi dari investasi dan ekspor. Berhasil.
Melejitkan pemasukan dalam 30 tahun terakhir. Cheng mengatakan, dengan
memberantas korupsi, Xi mencoba menunjukkan kekuatannya. Membersihkan korupsi
di perusahaan negara. Demi meraih keyakinan pasar domestik.
Di Tiongkok, Koruptor Dijatuhkan oleh
Perempuan Simpanan
Koruptor seringkali jatuh oleh
ketamakan mereka sendiri. Tahta, harta, dan wanita yang selama ini mereka
kejar, akhirnya malah jadi batu sandungan. Itulah yang terjadi di Tiongkok.
Sejumlah pejabat korup jatuh setelah kejahatan mereka diungkap oleh perempuan
simpanan masing-masing.
Tengok pengakuan seorang kekasih gelap
pejabat publik yang mengaku dirinya bernama Ji Yingnan. Dilansir kantor berita
BBC, Kamis 10 Oktober 2013, Ji memajang beberapa video dan foto dirinya dan
sang kekasih di dunia maya.
Kekasih Ji yakni seorang Wakil Direktur
Administrasi Arsip Pemerintah bernama Fan Yue. Dalam beberapa foto, tergambar
dengan jelas sepasang kekasih itu tengah asyik berbelanja, berenang di kolam
renang pribadi dan sedang berpesta.
Ji mengaku sengaja membongkar aibnya
sendiri, karena geram dengan kekasihnya itu. Setelah sekian lama berhubungan
dan dijanjikan akan dinikahi, Ji baru tahu kalau Fan ternyata telah memilih
istri dan anak yang sudah berusia remaja.
"Saya benar-benar tidak menyangka
kalau dia seorang pembohong," ujar Ji yang juga berprofesi sebagai seorang
penyiar kepada harian Tiongkok, Global Times.
Menurut Ji, Fan selalu berjanji akan
menikahinya. "Saya selalu berpikir kelak dia akan menjadi tunangan atau
bahkan suami saya di masa yang akan datang," imbuh Ji.
Terungkapnya perselingkuhan Ji dan Fan di
ranah publik membuat masyarakat Tiongkok marah. Pasalnya selain berselingkuh,
Fan turut diduga menggunakan dana rakyat senilai US$1000 atau Rp11,3 juta per
harinya untuk memanjakan sang kekasih gelap. Belum lagi hadiah berupa sebuah
mobil mewah dan janji sebuah apartemen.
Ji mengaku kepada Global Times, sengaja
membocorkan perselingkuhannya itu karena menduga kekasihnya terlibat dalam
tindak korupsi. Dia sudah melaporkan itu ke pejabat berwenang, namun tidak
ditanggapi. Maka sebagai pelampiasan, dia membeberkan aib itu melalui media
maya.
Menurut laporan kantor berita Xinhua, Fan,
kemudian dipecat dari jabatannya pada bulan Juni lalu dan kini tengah
diinvestigasi atas tuduhan melakukan tindak korupsi.
Lain lagi dengan kisah pejabat berwenang
di bidang energi, Liu Tienan. Liu didepak dari jabatannya pada bulan Mei lalu
gara-gara wanita simpanannya itu membeberkan kepada seorang jurnalis bahwa
kekasihnya itu telah menipu bank senilai US$200 juta atau Rp2,2 triliun.
Menurut seorang blogger anti korupsi, Zhu
Ruifeng, fenomena wanita simpanan di kalangan para pejabat publik, bukanlah
barang baru di Tiongkok. Skandal seks, bisa saja terjadi di seluruh negara di
dunia, namun perbedaannya, ungkap Zhu, terletak pada penggunaan uang rakyat
yang digunakan para pejabat untuk membiayai kehidupan glamor para wanita
simpanannya tersebut.
"Di Tiongkok, tidak ada yang jelas.
Publik tidak tahu apa yang dilakukan para pejabat mereka. Tapi para wanita
simpanan ini yang tinggal bersama si pejabat dan menghabiskan uangnya, tahu
betul apa saja yang telah terjadi," ujar Zhu.
Zhu merupakan salah satu penggagas situs
mikro blog yang mengungkap informasi soal beragam kasus korupsi. Salah satu
kasus yang membuat namanya dikenal, karena dia memajang video seks mantan
pejabat pemerintah, Lei Zhengfu.
Kini nasib Lei setali tiga uang dengan
pejabat pemerintah Tiongkok lainnya, tengah diperiksa atas tuduhan korupsi dan
sudah berada di balik jeruji besi.
Masih menurut Zhu, wanita simpanan sudah
menjadi simbol korupsi di Tiongkok. Berdasarkan laporan pemerintah di tahun
2007 silam, hampir 90 persen pejabat pemerintah yang terjungkal karena kasus
korupsi, memiliki setidaknya satu wanita simpanan.
Pada kenyataannya di banyak kasus, mereka
memiliki lebih dari satu kekasih gelap. Fakta ini terungkap dalam kasus mantan
Menteri Jalur Kereta Api, Liu Zhijun, yang dibui karena kasus korupsi awal
tahun ini. Liu dilaporkan memiliki 18 wanita simpanan.
Menurut pengakuan mantan wanita simpanan
yang pernah ditemui Zhu, fenomena banyaknya kekasih gelap disebabkan karena
para pria Tiongkok memiliki gejala kekaisaran jaman dulu.
"Dengan menjadi seorang kaisar,
artinya Anda dapat memiliki banyak wanita dan ini merupakan sesuatu yang mereka
banggakan. Mereka melihat wanita sebagai sebuah hadiah atas kesuksesan yang
diraihnya," kata wanita berusia 26 tahun yang tidak ingin disebut identitasnya.
Wanita itu mengaku, dulu, dirinya
merupakan kekasih gelap seorang pengusaha papan atas Tiongkok. Dia mengatakan
hal serupa dengan Zhu, yakni wanita simpanan bukanlah fenomena baru di Negeri
Tirai Bambu. Bahkan antara pengusaha dan pejabat pemerintah sudah terjalin
kerjasama untuk melakukan korupsi.
"Para pebisnis dan pejabat
pemerintah, mereka bekerja sama. Bahkan seorang pejabat meminta tolong kepada
pacar saya, bukan untuk memperoleh uang, tapi dia ingin memiliki wanita
simpanan juga," ujar wanita tersebut.
Namun, para penguasa Partai Komunis Tiongkok,
kini berupaya untuk menghentikan aib yang telah terlanjur merebak di muka
publik itu. Melalui media corong mereka, People's Daily, mereka menurunkan
berita bahwa Tiongkok tidak bisa mengungkap kasus korupsi hanya mengandalkan
pengakuan para kekasih gelap.
"Beberapa wanita simpanan secara
langsung menyuap atau mencari keuntungan besar ilegal. Berharap menuntaskan
kasus korupsi melalui mereka artinya sama saja seperti setan menyerang setan
lainnya," tulis People's Daily.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar